HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Belajar dari Warren Buffett mengenai Bisnis Textile

Berkshire Hathaway selama ini lebih terkenal sebagai holding company konglomerat yang beroperasi pada berbagai sektor industri seperti asuransi, makanan, koran, dan lainnya. Namun perusahaan yang dimiliki oleh Warren Buffett ini pada awalnya adalah perusahaan yang memulai bisnis pada sektor textile. Berkshire Hathaway adalah sebuah perusahaan merger dari Berkshire Fine Spinning Associates dengan Hathaway Manufacturing Company pada tahun 1955 yang keduanya juga merupakan perusahaan textile.

Di tahun 1962, Warren Buffett mulai membeli saham perusahaan tersebut setelah melakukan valuasi bahwa harga saham masih berada di bawah nilai seharusnya. Pada tahun-tahun berikutnya Buffett terus membeli saham perusahaan hingga di tahun 1965 Buffett menjadi pemegang saham majority yang memegang kontrol penuh terhadap perusahaan. Pada tahun 1965, perusahaan mengalami kerugian USD 10 juta dan equity perusahaan turun menjadi setengah. Di tengah kesulitan ini, Buffett mengembangkan bisnis lainnya di luar bisnis utama mereka di textile yaitu sektor asuransi.

Pada tahun 1967 hasil yang diperoleh dari investasi di bidang asuransi lebih besar 3 kali lipat dari investasi di bidang textile, dimana bisnis textile membutuhkan 10 kali lipat ekuitas. Laporan keuangan divisi textile di Berkshire yang terus memburuk membuat divisi ini akhirnya pun ditutup pada tahun 1985. Dari sini Warren Buffett terus berinvestasi pada bisnis-bisnis yang jauh lebih menguntungkan.

Lalu apa penyebab bisnis textile Berkshire tutup?
  • Textile adalah bisnis komoditas yang tidak memiliki faktor unik sebagai pembeda dengan kompetitor. Ini menyebabkan profit margin akan terus tergerus untuk menghadapi kompetisi yang hanya fokus pada harga.
  • Bisnis textile membutuhkan banyak tenaga kerja dimana biaya tenaga kerja yang murah menjadi faktor utama untuk tetap kompetitif. Persaingan dengan negara yang memiliki tenaga kerja murah akan sangat sulit.
  • Untuk terus kompetitif dibutuhkan investasi dengan modal yang signifikan secara berkelanjutan sehingga hasil yang akan kembali pada pemegang saham semakin kecil
Prospek Saham Sektor Textile di Indonesia
Untuk menganalisa bagaimana prospek bisnis textile / garment, kita bisa melihat laporan keuangan 5 saham dengan kapitalisasi market terbesar di Indonesia. Dari data bulan Mei 2017, 5 saham tersebut adalah :

Sri Rejeki Isman (SRIL)
SRIL didirikan pada tahun 1966 di Solo dan go public di Juni 2013, adalah perusahaan textile dengan kapitalisasi market terbesar mencapai 5,6 triliun. Produk perusahaan meliputi benang, garmen, seragam militer, pakaian fashion dan lainnya.

Baca : SRIL, Saham Textile Garment Terbaik

Tifico Fiber Indonesia (TFCO)
TFCO merupakan salah satu produsen serat polyester terbesar dengan kapasitas 200.000 ton/tahun. Perusahaan berdiri tahun 1973 dan go public 1999. Produk yang dijual perusahaan lebih banyak ke bahan baku dan bahan setengah jadi untuk keperluan industri textile / garment.

Pan Brothers (PBRX)
PBRX adalah perusahaan yang memproduksi pakaian jadi, jaket, pakaian fashion untuk brand-brand ternama seperti Adidas, Ralph Lauren, Nike dan brand lainnya. Perusahaan go public pada tahun 2002.

Polychem Indonesia (ADMG)
ADMG berdiri tahun 1978 memiliki 3 divisi utama yaitu chemical untuk keperluan textile, polyester dan nylon. Perusahaan go public tahun 2002.

Star Petrochem (STAR)
Star Petrochem terbilang pemain baru di industri textile yang berdiri pada tahun 2008 dan go public tahun 2011. Perusahaan bergerak di bidang penjualan produk petrochemical untuk keperluan benang, serat dan kapas.

Rasio Keuangan 5 Perusahaan Sektor Textile
Dari data rasio keuangan di atas, kita dapat melihat bahwa yang membukukan data yang tidak baik ada 3 perusahaan yaitu TFCO, ADMG dan STAR. Ketiga perusahaan memiliki satu kesamaan yaitu menjual produk bahan baku dan bahan setengah jadi untuk keperluan textile. Sedangkan 2 perusahaan yang memiliki rasio cukup baik yaitu SRIL dan PBRX menjual produk bahan jadi pakaian. Perbedaannya yaitu SRIL menjual produk mereka sendiri ke customer melalui produk seragam militer, sedangkan PBRX menjual produk mereka ke brand-brand ternama.

Baca : Gross Margin, Pretax Margin dan Net Profit Margin

Namun walaupun SRIL dan PBRX memiliki rasio yang cukup baik, rasio DER mereka relatif cukup tinggi berada di atas angka 1 di mana point itu menginformasikan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak utang mendukung kinerja perusahaan mereka. Selain 5 perusahaan tersebut sebenarnya bursa saham Jakarta masih memiliki banyak saham lainnya yang dapat kita pelajari mengenai bisnis textile.

Baca : Utang, Debt to Equity (DER)

Kesimpulan
Sektor textile merupakan sebuah sektor bisnis yang bersifat padat modal dan padat karya. Faktor utama yang menentukan keberlangsungan bisnis ini adalah sumber daya manusia yang murah, ini menyebabkan banyaknya perusahaan di sektor ini terus memindahkan line produksi mereka ke negara-negara dengan SDM yang murah. Namun di samping itu bisnis textile akan tetap terus ada karena pakaian selalu dibutuhkan oleh manusia baik dari segi kebutuhan pokok maupun kebutuhan fashion.

Lalu bagaimana agar perusahan di sektor textile dapat meraih keuntungan dan rasio yang baik?
Jawabannya adalah BRAND. Brand dengan posisi yang baik akan membentuk customer yang memiliki loyalitas tinggi walaupun harga terbilang tinggi. Hal ini dapat kita lihat dari brand pakaian ZARA dan sepatu NIKE yang walaupun dari segi harga tinggi, namun customer tetap menggunakan produk itu karena faktor kualitas dan loyalitas. Pemilik perusahaan ZARA dan NIKE pun sama-sama masuk ke dalam daftar orang terkaya di dunia.

Warren Buffett walaupun menutup divisi textile di Berkshire Hathaway, di kemudian hari dia tetap masuk ke bisnis textile melalui perusahaan Fruit of the Loom. Perusahaan ini memproduksi pakaian khususnya celana dalam dan beberapa jenis pakaian lainnya. Walau merupakan perusahaan textile, namun Fruit of the Loom memiliki brand yang sangat kuat, hal ini dapat memberikan potensi pertumbuhan dan margin yang baik.

Jadi untuk keperluan investasi jangka panjang ada baiknya kita mempertimbangkan apakah perusahaan sektor textile yang dipilih memiliki brand yang baik sehingga dapat bertahan lama dengan adanya loyalitas brand dari customer. Jika tidak memiliki hal ini, kita bisa mempertimbangkan saham tersebut hanya untuk keperluan trading saja.

Baca : Quotes Terbaik dari Buku The Warren Buffett Way

Comments

  1. nice artikel. Sangat menarik memang sektor tekstil di Indonesia ditengah gempuran produk murah dari Tiongkok. Setahu saya Warren juga anti dengan saham di sektor penerbangan karena no MOATnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks commentnya. Ya di masa lalu memang Buffett pernah mengeluarkan statement anti perusahaan penerbangan karena low margin dan butuh investment yang besar. Tapi secara mengejutkan di tahun 2017 ini, Berkshire membeli beberapa saham penerbangan. Alasan pembelian pun belum diberitakan secara jelas.

      Delete

Post a Comment

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham?

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Haiyanto dan Surono Subekti Masuk ke Saham CFIN

    Apa yang Dapat Dipelajari dari Delisting Saham INVS ?

    Prospek Saham APLN dengan Penghentian Reklamasi Pulau G

    Benarkah Reksadana dan Unit Link Tidak Lebih Baik dari Saham?

    Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    Saham TELE Turun di bawah Harga IPO, Apakah Masih Ada Prospek?

    BBKP Revisi Laporan Keuangan, Bagaimana Kondisi Perusahaanya?