HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Melihat Prospek MDRN dengan Rumor Pembelian Lisensi Seven Eleven di Indonesia oleh Charoen Group

Pada bulan Maret 2017 ini, kabar yang kurang mengenakkan datang mengenai saham dengan nama lengkap Modern Internasional. Dikabarkan Charoen Pokphand (CPIN) tertarik untuk membeli hak lisensi 7-Eleven yang saat ini dipegang oleh PT. Modern Sevel Indonesia (MSI) yang berada di bawah naungan Modern Group.

Saham CPIN
CPIN adalah perusahaan asal Thailand yang membuka cabang di Indonesia pada tahun 1972 dan memiliki bidang usaha utama di sektor peternakan ayam meliputi pakan ternak, pengolahan, dan peralatan ternak. Di Thailand sendiri Charoen Pokphand merupakan salah satu perusahaan konglomerat terbesar di dunia yang telah merambah banyak bisnis lainnya seperti hypermarket, convenience store, automobile dan kabel. Bahkan pemilik Charoen yaitu Dhanin Chearavanont dinobatkan sebagai orang terkaya kedua di Thailand.

Saham CPIN di Indonesia memimpin pada sektor Animal Feed dengan kapitalisasi terbesar, di mana yang pesaing kedua yaitu JPFA hanya memiliki kapitalisasi market 1/3 dari CPIN. Charoen Group di Thailand juga telah memegang hak lisensi atas 7-Eleven, hal ini mungkin membuat mereka juga ingin memegang lisensi untuk negara Indonesia.

Saham MDRN
Modern Internasional berdiri tahun 1971 pada awalnya adalah perusahaan yang berfokus pada bidang fotografi dengan nama PT. Modern Photo Film Company yang berubah nama beberapa kali hingga menjadi nama yang sekarang. MDRN pun mendapat hak distributor untuk produk FUJI FILM Jepang di Indonesia. Hingga pada tahun 2007 pun perusahaan tetap fokus pada bidang usaha pertama mereka yaitu fotografi dengan mengembangkan produk lainnya pada sektor peralatan rumah sakit, elektronik dan telekomunikasi.

Pada tahun 2008-2009 MDRN mendapat hak lisensi 7-Eleven di Indonesia, di mana mulai saat ini perusahaan mulai lebih fokus untuk menjalankan 7-Eleven. Alasan utama peralihan fokus bisnis MDRN adalah trend industri fotografi di masa mendatang yang semakin menurun sehingga hal ini harus ditanggulangi dengan diversifikasi pada jenis bisnis lain. Di tahun 2015 perusahaan mengambil keputusan untuk mengembalikan hak distribusi FUJIFILM, dan 7-Eleven memberikan kontribusi 70% dari total pendapatan perusahaan.

Kinerja Saham MDRN
Kinerja perusahaan yang dipimpin oleh keluarga Honoris sebenarnya terbilang cukup baik, dapat kita lihat dari tabel berikut :

Grafik sales dan ekuitas perusahaan dari tahun 2011-2015 menunjukkan kenaikan yang konsisten. Namun investasi secara agresif dengan pembukaan gerai baru Sevel tentunya tidak semua memberikan hasil yang positif. Beberapa gerai yang menyumbangkan hasil negatif membuat perusahaan terpaksa membukukan kerugian pada tahun 2015 dengan ditandai ekuitas yang turun dari 2014 ke 2015. Beberapa gerai pun terpaksa ditutup karena tidak memberikan keuntungan dan perusahaan juga lebih berhati-hati dalam membuka gerai baru.
Dengan masuknya perusahaan ke industri retail convenience store, maka net profit margin tergerus dengan rata-rata di bawah 5%. Pesaing di industri ini yaitu Alfamart (AMRT) pun memiliki net profit margin yang kecil dengan rata-rata 1%. ROA dan ROE pada MDRN terus menurun karena perusahaan masih mencoba-coba dengan konsep bisnis baru yang belum pernah dijalani. Dari segi utang sebenarnya perusahaan terbilang cukup baik dengan Debt to Equity dijaga cukup rendah di kisaran 1. MDRN juga tercatat pernah membagikan dividen pada rentang tahun 2011-2014.

Dengan laporan keuangan pada tahun 2015 dan tahun 2016 dari Q3 yang masih membukukan kerugian, market menghukum saham ini dengan penurunan yang cukup dalam dari rata-rata harga saham tahun 2014 yang berada di level Rp 600 menjadi Rp 60 pada April 2017. Nilai perusahaan telah turun sebanyak 90% hanya dalam waktu 3 tahun saja yang membuat PBV = 0.3. Dengan PBV = 0.3 tentunya saham dapat terbilang sangat murah. Indikator PER belum bisa digunakan untuk menentukan valuasi saham mengingat PER masih dalam kondisi yang minus.

Baca : Analisa Saham Menggunakan PBV dan PSR

Prospek Saham MDRN
Menurut analisa prospek saham ini tentunya akan berat dalam beberapa tahun ke depan karena mereka masih dalam tahapan uji coba model bisnis baru (7-Eleven) setelah kehilangan bisnis utama mereka di bidang fotografi. Peralihan model bisnis tidak selalu berakhir baik dan banyak contoh di mana perusahaan tidak bisa beradaptasi dengan bisnis baru.

Dalam buku "The Warren Buffett Way" pun dituliskan : Buffett avoids purchasing companies that are fundamentally changing direction because their previous plans were unsuccessful / Buffett menghindari membeli perusahaan yang secara fundamental berganti jenis bisnis karena rencana perusahaan sebelumnya tidak berhasil.

Untuk tetap stay di bisnis convenience store 7-Eleven, MDRN harus berjuang agar bisa konsisten dalam menghasilkan profit. Namun jika mereka malah menjual hak lisensi Sevel yang memberikan 70% kontribusi pada pendapatan utama mereka, maka prospek saham ini untuk jangka panjang akan semakin tidak jelas. Hal ini dikarenakan mereka akan kehilangan porsi pendapatan yang besar dan mereka harus bergelut dengan jenis bisnis baru untuk menggantikan pendapatan yang hilang akibat dijual.

Namun jika anda adalah seorang trader dalam periode jangka pendek, ada kemungkinan saham bisa bergerak naik dengan pembelian dari group CPIN yang akan menyumbang besar pendapatan MDRN. Selain itu dari segi valuasi nilai wajar saham, MDRN juga dapat dikategorikan sangat murah dengan indikasi PBV = 0.3 jadi ada kemungkinan saham bisa bergerak naik.

Lalu bagaimana kinerja perusahaan dan kinerja saham MDRN di masa mendatang?

Baca juga : Akuisisi Sevel Batal, Untung atau Rugi bagi CPIN?

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham?

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Haiyanto dan Surono Subekti Masuk ke Saham CFIN

    Apa yang Dapat Dipelajari dari Delisting Saham INVS ?

    Prospek Saham APLN dengan Penghentian Reklamasi Pulau G

    Benarkah Reksadana dan Unit Link Tidak Lebih Baik dari Saham?

    Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    Saham TELE Turun di bawah Harga IPO, Apakah Masih Ada Prospek?

    BBKP Revisi Laporan Keuangan, Bagaimana Kondisi Perusahaanya?