Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham?
Saham ASII 2001-2017 : Rp 200 menjadi Rp 8.000 (4.000% dalam waktu 16 tahun)
Saham BBCA 2004-2017 : Rp 1.000 menjadi Rp 17.000 (1.700% dalam waktu 13 tahun)
Tapi faktor kinerja sebagai penentu harus diikuti juga dengan catatan saham tersebut bukanlah saham seasonal dan komoditas seperti pertambangan, pertanian, dan properti. 4 saham di atas tidak berkaitan dengan hal seasonal dan komoditas yang harga jual produknya sangat bergantung pada situasi pasar. Produk yang dimiliki oleh perusahaan tersebut sangat diminati oleh market dan merupakan market leader di segment mereka sehingga harga jual produk bukanlah masalah utama bagi konsumen.
Namun jumlah saham bluechip dengan kategori seperti ini tentunya sangat sedikit dan harga saham per lembar juga cukup tinggi kecuali jika saham itu melakukan stock split. Selain itu juga, PER dan PBV pada saham seperti ini sangat tinggi sehingga para investor yang mencari saham dengan PER dan PBV rendah biasanya memutuskan tidak investasi pada saham berikut. Selain kategori bluechip seperti ini, timing memiliki peranan penting dalam memberikan keuntungan atau kerugian.
Berikut strategi penentuan waktu terbaik untuk membeli saham :
1. Dollar-Cost Averaging
Adalah sebuah strategi di mana investor menentukan sejumlah uang dengan nilai tetap dalam membeli saham. Dengan strategi ini, investor mendapatkan saham dengan jumlah yang lebih sedikit ketika harga saham naik. Dan sebaliknya investor juga akan mendapatkan saham dengan jumlah yang lebih banyak ketika harga saham turun. Strategi ini akan membuat investor mendapatkan harga rata-rata dari saham yang dibeli secara berkala.
Sebagai contoh :
Peter mengalokasikan Rp 1.000.000 setiap bulannya untuk membeli saham SRIL.
Jan 2017 : harga saham Rp 230, jumlah saham yang dibeli : Rp 1.000.000 / Rp 230 = 43 lot (4300 lembar)
Feb 2017 : harga saham Rp 234, jumlah saham yang dibeli : Rp 1.000.000 / Rp 234 = 42 lot
Mar 2017 : harga saham Rp 350, jumlah saham yang dibeli : Rp 1.000.000 / Rp 350 = 28 lot
Apr 2017 : harga saham Rp 308, jumlah saham yang dibeli : Rp 1.000.000 / Rp 308 = 32 lot
Mei 2017 : harga saham Rp 290, jumlah saham yang dibeli : Rp 1.000.000 / Rp 209 = 34 lot
Strategi ini dapat mengurangi kekhawatiran investor ketika membeli dengan harga terlalu tinggi. Tapi bukan berarti strategi ini akan menghilangkan resiko kerugian yang akan dialami oleh investor. Jika saham tersebut bukan saham yang bagus, tentunya strategi ini akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar lagi karena kita terus berinvestasi pada saham yang salah secara berkala.
Kondisi terbaik untuk menerapkan strategi DCA
Menurut analisa penulis, kondisi terbaik adalah menerapkan strategi DCA pada saham-saham bluechips yang memiliki probabilitas tinggi untuk trend harga saham yang selalu naik. Seperti yang telah dibahas pada paragraf di atas yaitu perusahaan tidak boleh berada dalam kategori perusahaan seasonal dan komoditas yang memiliki banyak kompetisi. Dengan begitu resiko penurunan harga saham kecil karena penjualan produk perusahaan akan selalu meningkat tanpa terpengaruh oleh faktor harga dan persaingan.
Baca : 5 Alasan Mengapa Pilih Saham Bluechip?
Mengutip quote dari Daniels Trading : "If there is one thing I’ve learned in all my years in the financial markets, it is never add to a losing position" yang singkatnya memiliki arti jangan menambah saham pada posisi yang sedang merugi. DCA sangat beresiko bagi investor yang tidak tahu apa yang sedang dia lakukan.
2. Batasan Rasio
Rasio adalah metode yang paling mudah digunakan untuk mengukur apakah saham tersebut layak dibeli pada saat tersebut. Ada beberapa rasio yang paling sering digunakan dalam penentuan dalam membeli saham :
- PER / Price Earning to Ratio
Adalah rasio yang digunakan untuk memvaluasi perusahaan berdasarkan pendapatan per saham terhadap harga saham. Secara sederhana PER 15 biasa dianggap harga saham normal, PER di bawah 10 masuk dalam kategori undervalued dan PER di atas 20 masuk dalam kategori overvalued.
- PEG / Price to Earning Growth
PEG merupakan kelanjutan dari rasio PER. Perbedaannya PEG lebih fokus pada pertumbuhan pendapatan per saham. Perhitungan PEG jauh lebih rumit dilakukan karena berhubungan dengan kinerja saham per tiap tahun. PEG dengan nilai di bawah 1 biasanya dianggap sebagai saham undervalued.
Baca : Mengapa Saham Undervalued Terus Turun?
- PBV / Price to Book Value
Adalah rasio finansial yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan dengan cara membandingkan harga saham sekarang dengan nilai buku. PBV = 1 memiliki arti kita membeli saham sesuai dengan nilai aset yang dimiliki perusahaan.
- PSR / Price to Sales Ratio
Rasio yang digunakan untuk memvaluasi nilai perusahaan berdasarkan dari total pendapatan dalam 1 tahun terhadap harga saham.
Baca : Analisa Detail dengan PBV dan PSR
Ada 2 rasio lainnya yaitu : Price to Cash Flow dan Price to Free Cash Flow, namun rasio ini jarang sekali digunakan dalam menentukan kategori saham. Dari rasio yang dibahas di atas, kita harus melakukan riset mengenai rasio yang wajar pada industri dan segment berkaitan. Beberapa segmen memiliki rasio tinggi seperti bidang makanan dan minuman, pakan ternak, rokok, dan semen. Rasio yang tinggi biasanya dimiliki oleh suatu perusahaan yang memiliki kinerja yang baik pula.
Rasio-rasio ini dapat membantu dalam menentukan saham mana yang masih berada pada batasan untuk dibeli. Hal ini juga dapat berlaku sebaliknya sebagai alat bantu dalam menentukan apakah saham tersebut sudah cocok untuk dijual atau belum.
3. Best Timing
Quote "Sell in May and Go Away" juga dianggap cocok sebagai panduan dalam membeli saham. Quote ini membagi kinerja saham menjadi 2 periode yaitu : Mei - Oktober dan November - April. Di sini penulis mencoba mengumpulkan data 10 tahun ke belakang yaitu dari periode 2006-2016 terhadap indeks saham gabungan :
data diperoleh melalui perhitungan Yahoo Finance
Dari data berikut kita bisa melihat pada periode Mei - Oktober memiliki 4 kali penurunan, sedangkan periode Nov - April hanya memiliki 1 penurunan. Secara rata-rata kinerja periode Nov - April lebih baik 9,5% dibandingkan periode Mei - Oktober. Sebenarnya periode Mei - Oktober juga banyak memberikan hasil yang lebh baik, akan tetapi minus yang dalam pada tahun 2008 dan minus di tahun lainnya memberikan efek rata-rata kinerja yang kurang baik di periode ini.
Kesimpulan
Untuk hasil terbaik dalam berinvestasi tentunya kita harus memiliki strategi yang tepat kapan harus membeli saham. Dan yang tak kalah pentingnya juga harus ada rencana kapan menjual saham tersebut. Kita juga dapat mengabungkan ketiga strategi di atas untuk mendapatkan hasil terbaik dan yang terpenting harus sesuai dengan kriteria investasi kita.
Ulasan yang sangat menarik, tq pak darmawa
ReplyDeleteTerimakasih Bapak atas artikelnya, kalau saya, membeli saham paling enak itu pas dia mengalami yang namanya Technical Correction
ReplyDeleteTerima kasih P Darmawan
ReplyDeleteNambah ilmu