HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Analisa Saham Menggunakan PBV dan PSR

Price to Book Value Ratio
PBV adalah rasio finansial yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan dengan cara membandingkan harga saham sekarang dengan nilai buku. Perhitungan PBV dilakukan dengan membagi harga saham dengan book value yang diperoleh dari neraca keuangan baik secara kuartal maupun tahunan. PBV sering dikenal sebagai price to equity ratio / market to book ratio.


Perhitungan book value diperoleh dari nilai Total Assets dikurangi dengan Total Liabilities / Utang dan Intangible Asset / Aset yang tidak dapat diukur lalu dibagi dengan Jumlah Saham yang beredar. Book value juga dapat diperoleh dari Total Equity dibagi dengan Jumlah Saham yang beredar.

Baca : Utang / Liabilities

Berikut contoh perhitungan PBV saham PTRO : 

Harga saham PTRO = Rp 1.160 (harga per 5 Mei 2017)

Jumlah saham beredar = 1.008.605.000

Total Assets = Rp 5.286.058.300.000 | Total Liabilities = Rp 2.995.905.536.000 (neraca keuangan 2016)

Book Value Saham PTRO

= (Total Assets - Total Liabilities) : Jumlah saham beredar

= (5.286.058.300.000 - 2.995.905.536.000) : 1.008.605.000

= Rp 2.270

Rasio PBV 

= Harga Saham : Book Value

= Rp 1.160 : Rp 2.270

= 0.51

atau dengan perhitungan

= (Harga Saham x Jumlah Saham Beredar) : (Total Assets -  Total Liabilities)

= (Rp 1.160 x 1.008.605.000) : (5.286.058.300.000 - 2.995.905.536.000)

= 0.51

Namun tentunya kita tidak perlu melakukan perhitungan seperti ini untuk mengetahui PBV dari tiap perusahaan karena sekarang hampir di tiap software dari perusahaan sekuritas selalu menyediakan hasil akhir dari PBV. Tapi tentunya akan lebih baik jika kita mengetahui bagaimana perhitungan itu dilakukan.

Pada umumnya saham dengan PBV yang rendah akan dikategorikan sebagai saham undervalued / murah, namun pada kasus lainnya PBV yang rendah juga berarti perusahaan secara fundamental sedang mengalami masalah. Biasanya saham dengan kinerja yang baik dan memiliki rasio PBV di bawah 1 adalah saham undervalued dan rasio PBV akan terbilang cukup tinggi jika menyentuh angka 3-4. Akan tetapi kita juga akan menemukan perusahaan dengan PBV yang sangat tinggi seperti UNVR di kisaran 50 dan MLBI di kisaran 30.

Baca : Mengapa Saham Undervalued Terus Turun?

Saham seperti UNVR dan MLBI masuk dalam kategori perusahaan yang memiliki brand yang sangat kuat sehingga perusahaan memiliki margin penjualan yang tinggi dan mendatangkan ROE yang tinggi pula. Tentunya dalam memvaluasi perusahaan seperti ini, kita tidak dapat menggunakan rasio PBV di bawah 1 atau di atas 1 sebagai patokan dalam menentukan apakah harga saham tersebut murah atau mahal. Untuk itu kita harus melihat rata-rata rasio PBV dalam 5 tahun ke belakang. Jika nantinya PBV perusahaan di bawah nilai rata-rata tersebut maka saham dapat dikategorikan undervalued.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi Book Value :

- Keuntungan atau kerugian yang diperoleh perusahaan

- Adanya utang baru yang diambil atau pembayaran utang

- Right issue

- Stock bonus

- Deviden

Keunggulan & Kelemahan PBV :

Seperti quote dari Warren Buffett : "Price is what you pay, value is what you get". PBV sangat mencerminkan quote ini karena apa yang kita bayar sesuai dengan value / aset yang bernilai. Jika kita membeli saham dengan rasio PBV = 1, berarti kita membayar sesuai dengan equity yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio di bawah 1 berarti saham tergolong murah, dan di atas 1 berarti saham tergolong mahal.

Kelemahan dari rasio PBV adalah keterbatasannya dalam menilai intangible asset seperti brand / merk dan kepercayaan dari konsumen. Perusahaan teknologi seperti Microsoft, Facebook dan Google tentunya tidak memiliki banyak aset seperti bangunan, pabrik dan mesin melainkan mereka memiliki program yang bernilai tinggi dan masuk dalam kategori intangible sehingga tidak dapat diukur. Hal ini juga terjadi pada perusahaan yang bergerak di industri fashion dan food beverages di mana nilai merk mereka memiliki daya jual yang tinggi di mata customer.

Price to Sales Ratio

PSR adalah sebuah rasio penilaian yang diciptakan oleh Kenneth L. Fisher untuk memvaluasi nilai perusahaan berdasarkan dari total pendapatan dalam 1 tahun. Rasio ini ditulis oleh Ken pada bukunya yang berjudul Super Stock yang menjelaskan bagaimana dia memilih saham.

Nilai kapitalisasi market juga dapat diperoleh dengan harga saham dikali jumlah saham yang beredar. Sama halnya dengan rasio PBV, semakin rendah rasio PSR pada suatu saham menunjukkan saham masuk kategori undervalued.

Berikut contoh perhitungan PSR saham GJTL : 

Nilai kapitalisasi market : Rp 3.466.580.000.000 (data per 5 Mei 2017)

Total penjualan : Rp 16.633.556.000.000 (laporan keuangan tahun 2016)


Rasio PSR

= Nilai kapitalisasi market : Total Penjualan

= Rp 3.466.580.000.000 : Rp 16.633.556.000.000

= 0.21

Ken Fisher juga menetapkan kategori saham Perfect Super Stock dengan syarat :

- Dapat menghasilkan pertumbungan jangka panjang dengan rata-rata 15-20%

- Menghasilkan margin keuntungan setelah pajak di atas 5%

- Saham dibeli pada PSR  di bawah 0.75

Keunggulan & Kelemahan PSR :

Berbeda dengan PBV yang mengukur nilai perusahaan berdasarkan aset yang dimiliki, PSR lebih fokus pada berapa pendapatan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan. Kelemahan dari PSR adalah perhitungan hanya dapat dilakukan dalam periode 1 tahun karena menunggu variabel total penjualan. Rasio PSR yang rendah juga bisa mengindikasikan bahwa perusahaan berada pada bisnis dengan margin keuntungan yang rendah

Baca : Gross Margin, Pretax Margin dan Net Profit Margin

Mengapa tidak menggunakan PER?

Rasio PER sangat umum digunakan oleh investor dalam menentukan saham undervalued, karena rasio ini dapat melihat dengan jelas hasil akhir pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan. PER pada suatu perusahaan yang secara konsisten bertumbuh akan memberikan efek langsung pada harga saham yang naik sangat cepat.

Namun di samping itu, PER adalah rasio yang memiliki perubahan sangat dinamis dan ini tentunya akan mempersulit investor dalam melihat saham berdasarkan rasio ini. PBV dan PSR cenderung jauh lebih stabil karena merepresentasikan nilai aset dan penjualan perusahaan.

Baca : Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

Berikut contoh perbandingan PER dan PBV saham HEXA :

Komponen utama dalam menghitung PER adalah Earning Per Share dan komponen utama dalam menghitung PBV adalah Book Value. Di sini kita dapat melihat jelas bahwa pergerakan Book Value dan PBV jauh lebih stabil dibandingkan EPS dan PER. Terlihat juga bahwa turunnya harga saham akan membawa turun rasio PBV, tapi hal ini belum tentu berlaku untuk rasio PER. Dengan demikian rasio PBV lebih konsisten dalam mengkategorikan saham undervalued atau overvalued dan akan mempermudah bagi para investor.

Baca : Kapan waktu terbaik membeli saham?

Comments

Post a Comment

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Investasi Emas dan Cara Menghitung Harga Emas secara Real

    Meneliti Pendapat Lo Kheng Hong Mengenai Saham BUMI

    Apakah Saham Group Panin Layak untuk Disimpan?

    PNIN : Saham yang Selalu Undervalued

    Lo Kheng Hong Beli Saham MBSS. Kenapa?

    Menghitung Waktu Investasi dengan Rule 72

    5 Hal Penting Mengenai ROE, ROA dan ROI

    Lo Kheng Hong Kembali Investasi Saham PNLF

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Portofolio Saham Haiyanto