HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Akuisisi Sevel Batal, Untung atau Rugi bagi CPIN?

Di awal bulan Juni 2017, terdengar kabar bahwa 7-Eleven batal diakuisisi oleh Charoen Pokphand (CPIN). Proses pembelian hak lisensi, aset serta gerai Sevel batal karena masing-masing perusahaan gagal mencapai suatu kesepakatan. Padahal transaksi bernilai 1 triliun tersebut akan dapat memberikan dana segar bagi pihak penjual yaitu Modern Internasional (MDRN). CPIN juga sangat tertarik akan bisnis ini karena di negara asalnya Thailand, mereka adalah pemegang lisensi 7-Eleven. Tentu dengan batalnya transaksi ini akan memberikan dampak baik bagi CPIN.
Efek bagi Charoen Pokhpand (CPIN)
Jika proses pembelian 7-Eleven terjadi, tentunya hal ini dapat memberikan tambahan untuk penjualan selain dari usaha utama mereka yaitu pakan ternak, pengolahan, dan peralatan ternak. Dengan pengalaman group Charoen Pokhpand mengelola Sevel sejak 1989 di Thailand, tentunya bukanlah masalah untuk implementasi kembali di Indonesia. Kesuksesan dalam mengelola jaringan waralaba 7-Eleven membuat Chaaroen Pokphand berhasil membuka lebih dari 9.000 gerai. Dan Charoen menargetkan di tahun 2017 total gerai yang mereka miliki mencapai 10.000.

* data dalam satuan miliar
Kesiapan Dana
Dari data berikut tentunya biaya Rp 1 triliun untuk mengakuisisi PT. Modern Sevel Indonesia sebesar Rp 1 triliun bukanlah dana yang sulit dikeluarkan oleh CPIN. Dari laporan neraca keuangan tahun 2016, CPIN tercatat memiliki cash & equivalent sejumlah Rp 2,5 triliun.

Pengaruh pada Penjualan dan Margin
Sales MDRN tahun 2016 sebesar Rp 891 miliar diperoleh dari berbagai divisi yaitu retail/7-Eleven, peralatan rumah sakit, elektronik dan komunikasi. Sevel menyumbang 70% dari pendapatan MDRN yaitu berkisar Rp 600 miliar. Dengan sales CPIN pada tahun 2016 sebesar Rp 38 triliun, tentunya tambahan penjualan dari Sevel terbilang sangat kecil. Namun kita juga harus melihat potensi convenience store Sevel di masa depannya yang terbilang cukup bagus di negara berkembang.

Kinerja Charoen Pokphand dalam hal profit margin terbilang cukup baik dengan gross margin 17,1% dan net margin 5,8%. Untuk bisnis convenience store, margin rata-rata sangat rendah dan hanya bisa mengandalkan volume penjualan saja. AMRT sebagai salah satu market leader convenience store membukukan gross margin sekitar 19,6% dan net margin 0,93%. Jika CPIN jadi mengakuisisi Sevel, tentunya akan mengurangi net profit margin yang telah dicapai saat ini.

Baca : Gross Margin, Pretax Margin dan Net Profit Margin

Respon Atas Batalnya Akuisisi Sevel
Presiden Direktur CPIN Tjiu Thomas Effendy tidak terlalu ambil pusing perihal batalnya akuisisi ini, dikarenakan CPIN sebenarnya juga memiliki retail convenience store yaitu Prima Freshmart. Untuk menjual berbagai olahan makanan, mereka sudah memiliki jaringan distribusi yang cukup baik. Tercatat Prima Freshmart memiliki 200 outlet yang tersebar di Jabodetabek, jumlah ini bahkan hampir sama dengan gerai Sevel yang sudah berdiri.

Nilai Real 7-Eleven Indonesia
Akan sulit untuk memastikan berapa nilai real dari sebuah perusahaan, karena setiap perusahaan pasti memiliki aset tangible/berwujud dan aset intangible/tidak berwujud. Sama halnya dengan Sevel yang memiliki aset tangible seperti gerai, inventory dan aset intangible yaitu hak lisensi Sevel. Secara garis besar kita hanya dapat menghitung berdasarkan aset yang dimiliki.

MDRN sebagai induk usaha dari PT. Modern Sevel Indonesia tercatat memiliki ekuitas sebesar Rp 645 miliar. Dengan harga saham 14 Juni 2017 yang menyentuh angka Rp 50, maka saham perusahaan MDRN hanya dinilai Rp 228 miliar (0,35x dari nilai ekuitas / PBV = 0,35). Saham MDRN terus turun karena ketidakmampuan manajemen dalam meraup keuntungan dari bisnis retail Sevel, puncaknya yaitu ketika saham menyentuh harga Rp 50.

Baca : Mengapa Saham Undervalued Terus Turun?

Dengan nilai pembelian Sevel yang diajukan sebesar Rp 1 triliun, sebenarnya CPIN dapat memborong keseluruhan isi perusahaan dengan adanya uang kembali ratusan miliar Rp. Padahal MDRN bukan hanya soal 7-Eleven saja, melainkan masih ada beberapa perusahaan lain di bawah group ini. Akan tetapi perhitungan ini belumlah lengkap karena hanya berfokus pada aset tangible, tapi cukup dapat menjadi acuan untuk harga real 7-Eleven.

Sevel Berhenti Beroperasi
Terus memburuknya kinerja MDRN pertama-tama membuat Sungkono Honoris dan Henri Honoris mundur dari jabatan direktur. Padahal mereka berdua yang notabene keluarga Honoris adalah pemilik dari Group Modern sendiri. Dan puncaknya adalah Modern Internasional per tanggal 22 Juni 2017 mengumumkan akan menghentikan seluruh kegiatan operasional yang berhubungan dengan PT. Modern Sevel Indonesia.

Hal ini merupakan imbas dari keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh MDRN setelah proses akuisisi Sevel batal terlaksana. Oleh karena itu perusahaan memutuskan per tanggal 30 Juni, semua gerai 7-Eleven akan ditutup. Belum diketahui apa langkah selanjutnya bagi MDRN untuk melanjutkan kegiatan bisnis mereka mengingat bahwa lebih dari 70% total penjualan perusahaan berasal dari Sevel.

Baca : Seven Eleven Tutup, Bagaimana Kondisi MDRN?

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Meneliti Pendapat Lo Kheng Hong Mengenai Saham BUMI

    Apakah Saham Group Panin Layak untuk Disimpan?

    Investasi Emas dan Cara Menghitung Harga Emas secara Real

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    Mungkinkah Lo Kheng Hong Berinvestasi di Saham DILD?

    PNIN : Saham yang Selalu Undervalued

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Melihat Jejak Lo Kheng Hong di Saham PTRO

    Lo Kheng Hong Beli Saham MBSS. Kenapa?

    Menghitung Waktu Investasi dengan Rule 72