HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Anjloknya Saham ADRO, PTBA, ITMG, dan INDY saat Komoditas Batubara Melemah

Kabar melemahnya komoditas batubara santer terdengar belakangan ini. Hal ini terutama disebabkan oleh perang dagang antara 2 negara dengan ekonomi terbesar di dunia yaitu Amerika dan China. Akibatnya ekonomi China diprediksi akan melambat sehingga konsumsi energi juga akan turun. Selain itu pemerintah China juga terus berusaha mencari alternatif energi yang lebih ramah lingkungan daripada menggunakan batubara.

Perlambatan ekonomi disertai dengan isu linkungan benar-benar menyeret harga komoditas emas hitam dengan sangat cepat. Di bulan Desember 2018 lalu, harga batubara masih berada di range US$ 100. Namun saat ini bulan Agustus 2019, harga batubara sudah menyentuh range US$ 70 atau turun 30% dalam jangka waktu hanya 8 bulan. Walaupun pernah terjadi penurunan harga batubara di periode 2011-2016, namun tidak secepat yang dialami saat ini.

Jika penulis ditanya apakah mungkin harga batubara turun lebih dalam lagi, jawabannya sangat mungkin melihat dari sikap Trump yang sangat agresif terhadap China. Trump terus menyerukan perlawanan untuk mengurangi defisit perdagangan Amerika dengan China. Walaupun pemerintah China terus berusaha berdamai, namun mereka juga tidak takut untuk membalas aksi yang dilakukan oleh Amerika.

Anjloknya harga komoditas batubara membuat para investor di Indonesia ketar ketir, terutama bagi yang memegang saham di industri batubara. Adapun 4 saham yang merasakan dampak paling besar dari anjloknya batubara yaitu : Adaro Energy (ADRO), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), Indo Tambangraya (ITMG), dan Indika Energy (INDY).

Baca : Mencari Peluang di Saham Sektor Komoditas

Penulis memilih 4 saham ini karena pendapatan perusahaan tersebut terhitung yang paling besar yakni di atas Rp 20 triliun. Selain itu, perdagangan saham keempat perusahaan ini juga likuid. Tidak seperti Bayan Resources (BYAN), walaupun pendapatan di atas Rp 20 triliun, namun perdagangan saham tidak likuid sehingga sulit untuk merepresentasikan kondisi market.

Di sini penulis menyajikan data pergerakan harga 4 saham batubara terbesar untuk periode pertengahan tahun 2011 hingga saat ini.




Jika melihat ke empat grafik saham dan satu grafik komoditas batubara, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pergerakan harga saham benar-benar mengikuti harga batubara. Walaupun tidak apple to apple untuk pergerakan bulanannya, tapi secara overall sangat mirip. Dan penulis merangkum kelima grafik ini dalam 1 tabel untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai pengaruh harga komoditas terhadap saham batubara.

*angka di atas berupa average pada periode tersebut, bukan angka sebenarnya
Di tabel ini, penulis membuat 4 kolom dimana 2 diantaranya saat harga batubara di atas US$ 100 yaitu periode Januari ke September 2011 dan Mei ke Oktober 2018. Selain itu juga terdapat periode ketika harga batubara sedang di bawah US$ 60 yaitu periode Agustus 2015 ke Mei 2016. Dan juga kondisi market saat ini (Juni - Agustus 2019) ketika harga batubara berada di range US$ 70.

Bisa kita lihat bahwa ketika harga batubara di atas US$100, maka semua saham yang berada di industri batubara bersinar sekali. Awal tahun 2011 adalah periode dimana saham batubara mencapai harga tertinggi yang bahkan hampir tidak bisa dicapai kembali dalam periode 8 tahun kemudian hingga tahun 2019.

Melihat tabel di atas dari sudut pandang investor, maka kita tidak perlu memusingkan saham apa yang perlu dibeli di industri batubara. Dikarenakan pada akhirnya yang menentukan hanyalah harga komoditas batubara dan keempat saham ini dapat dikatakan hampir sama bagusnya.

Dari periode 10 tahun ini, kita juga bisa mengetahui bahwa harga batubara terendah berada di bawah level US$ 60 dan harga tertinggi berada di atas level US$ 100. Dua panduan harga ini bisa menjadi cara simple untuk mengetahui kapan entry terbaik dan exit terbaik.

Mengutip quote "Markets Can Remain Irrational Longer Than You Can Remain Solvent" yaitu pergerakan harga selalu tidak rasional lebih lama dari yang kita kira. Jadi walaupun kita sudah mendapatkan harga terendah dan tertinggi, bukan berarti harga komoditas batubara tidak bisa mencapai lebih rendah ataupun lebih tinggi. Kita sebagai investor harus tetap aware dengan kondisi market baik komoditas batubara maupun sahamnya.

Baca: Apa Sektor Saham yang Paling Tahan Terhadap Krisis?

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham?

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Haiyanto dan Surono Subekti Masuk ke Saham CFIN

    Apa yang Dapat Dipelajari dari Delisting Saham INVS ?

    Prospek Saham APLN dengan Penghentian Reklamasi Pulau G

    Benarkah Reksadana dan Unit Link Tidak Lebih Baik dari Saham?

    Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    Saham TELE Turun di bawah Harga IPO, Apakah Masih Ada Prospek?

    BBKP Revisi Laporan Keuangan, Bagaimana Kondisi Perusahaanya?