HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Saham Bluechip, Apakah Pasti Profit?

Banyak pemula ketika ingin berinvestasi secara langsung ke bursa saham, selalu dibuat pusing dalam memilih saham apa yang bisa memberikan profit. Ada yang mulai mencari informasi dari forum atau group baik yang berbayar maupun gratis, ada juga yang melihat dari indeks seperti PEFINDO25, IDX30, LQ45, KOMPAS100, dan berbagai indeks lainnya.

Setiap indeks yang diciptakan selalu memiliki bermacam kriteria yang cukup lazim seperti pertumbuhan perusahaan yang baik, saham yang likuid, pendapatan minimal perusahaan, dan sebagainya. Walaupun begitu, kehadiran indeks tidak serta merta menghilangkan kebingungan para investor. Ini dikarenakan indeks saham sering melakukan gonta ganti susunan saham di dalamnya setiap periode waktu tertentu.

Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki lebih dari 500 kode saham yang berada di dalam 56 industri dan 9 sektor usaha. Perihal mengingat satu per satu saham pun sudah menjadi hal yang sulit bagi investor pemula, apalagi untuk menganalisa masing-masing kinerja saham dan perusahaanya. Belum lagi perihal apakah saham termasuk dalam bluechip, second-liner, third-liner, atau saham gorengan.

Batasan kategori saham tersebut pun tidak terlalu jelas karena sangat bergantung pada industri dan sektor yang menaunginya. Konon saham bluechip adalah saham perusahaan dengan kinerja bagus, pertumbuhan yang stabil, tahan krisis, dan juga market leader di industrinya. Walaupun kategorinya sangat menarik, namun apakah benar saham bluechip dapat menjanjikan profit?

Baca : Mengapa Pilih Saham Bluechip?

Di artikel kali ini, penulis coba membuat sebuah indeks yang berisikan saham bluechip dari setiap industri dengan kriteria sebagai berikut :

- Pendapatan terbesar tahun 2018 di industri terkait

- Perdagangan saham likuid

- Minimal 5 tahun tercatat di BEI

Indeks Bluechip36 versi Penulis

Berikut pembahasan per sektor dan industri :

Agriculture

Industri : Animal Husbandry, Crops, Fishery, dan Plantation

- Animal Husbandry : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 1 emiten

- Crops : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 1 emiten

- Fishery : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 3 emiten dan 2 di antaranya harga saham Rp 50

- Plantation : pendapatan terbesar adalah Smart (SMAR) yaitu Rp 37 triliun, namun saham tidak likuid sehingga penulis memilih Astra Agro Lestari (AALI) yang pendapatannya Rp 19 triliun

Baca : Mencari Peluang di Saham Sektor Komoditas

Finance

Industri : Bank, Financial Institution, Insurance, Others, dan Securities

- Bank : pendapatan terbesar Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yaitu Rp 111 triliun

- Financial Institution : pendapatan terbesar Adira Dinamika Multi Finance (ADMF) yaitu Rp 10 triliun

- Insurance : pendapatan terbesar Paninvest (PNIN) yaitu Rp 4,6 triliun

- Others : pendapatan terbesar adalah Sinar Mas Multiartha (SMMA) yaitu Rp 37,3 triliun, namun saham tidak likuid sehingga penulis memilih Panin Financial (PNLF) yang pendapatannya Rp 4,4 triliun

Baca : Apakah Saham Group Panin Layak untuk Disimpan?

Misc. Industry

Industri : Automotive, Cable, Electronic, Footwear, Machine, dan Textile

- Automotive : pendapatan terbesar Astra International (ASII) yaitu Rp 239 triliun

- Cable : pendapatan terbesar adalah Supreme Cable Manufacturing (SCCO) yaitu Rp 5,1 triliun, namun saham tidak likuid sehingga penulis memilih KMI Wire & Cable (KBLI) yang pendapatannya Rp 4,2 triliun

- Electronic : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 2 emiten

- Footwear : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 3 emiten

- Machine : hanya 1 emiten yang tercatat lebih dari 5 tahun Grand Kartech (KRAH), namun tidak likuid sehingga penulis tidak memasukkan industri ini

- Textile : pendapatan terbesar Sri Rejeki Isman (SRIL) yaitu Rp 14,9 triliun

Property

Industri : Building Construction dan Property

- Building Construction : pendapatan terbesar Waskita Karya (WSKT) yaitu Rp 48,7 triliun

- Property : pendapatan terbesar Lippo Karawaci (LPKR) yaitu 12,2 triliun

Basic Industry

Industri : Animal Feed, Cement, Ceramic, Chemicals, Metal, Plastic Packaging, Paper, Wood, dan Others

- Animal Feed : pendapatan terbesar Charoen Pokphand (CPIN) yaitu Rp 53,9 triliun

- Cement : pendapatan terbesar Semen Indonesia (SMGR) yaitu Rp 30,6 triliiun

- Ceramic : pendapatan terbesar Mulia Industrindo (MLIA) yaitu Rp 5,5 triliun

- Chemicals : pendapatan terbesar Barito Pacific (BRPT) yaitu Rp 44,5 triliun

- Metal & Allied Products : pendapatan terbesar Krakatau Steel (KRAS) yaitu Rp 25,1 triliun

- Plastic & Packaging : pendapatan terbesar Indopoly Swakarsa Industry (IPOL) yaitu Rp 3 triliun

- Pulp & Paper : pendapatan terbesar Indah Kiat Pulp and Paper (INKP) yaitu Rp 48,3 triliun

- Wood : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 2 emiten

- Others : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 2 emiten

Mining

Industri : Coal, Crude Petroleum, Land/Stone Quarrying, dan Metal Mineral

- Coal : pendapatan terbesar Adaro Energy (ADRO) yaitu Rp 52,4 triliiun

- Crude Petroleum & Natural Gas : pendapatan terbesar Medco Energi International (MEDC) yaitu Rp 17,6 triliun

- Land/Stone Quarrying : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 3 emiten

- Metal & Mineral : pendapatan terbesar Aneka Tambang (ANTM) yaitu Rp 25,2 triliun

Consumer Goods

Industri : Cosmetic, Food Beverages, Houseware, Pharmaceuticals, Tobacco, dan Others

- Cosmetic & Household : pendapatan terbesar Unilever (UNVR) yaitu Rp 41,8 triliun

- Food & Beverages : pendapatan terbesar Indofood Sukses Makmur (INDF) yaitu Rp 73,3 triliun

- Houseware : penulis tidak memasukkan industri ini karena pendapatan LMPI, CINT, dan KICI yang kecil (di bawah Rp 1 triliun), sedangkan WOOD masih di bawah 5 tahun

- Pharmaceuticals : pendapatan terbesar Kalbe Farma (KLBF) yaitu Rp 21 triliun

- Tobacco : pendapatan terbesar H. M. Sampoerna (HMSP) yaitu Rp 106 triliun

- Others : tidak dimasukkan karena hanya memiliki 1 emiten

Baca : Apa Sektor Saham yang Paling Tahan Terhadap Krisis?

Infrastructure, Utilities & Transportation

Industri : Energy, Non Building Construction, Telecommunication, Toll Road, dan Transportation

- Energy : pendapatan terbesar Perusahaan Gas Negara (PGAS) yaitu Rp 56 triliun

- Non Building Construction : pendapatan terbesar Sarana Menara Nusantara (TOWR) yaitu Rp 5,8 triliun

- Telecomunication : pendapatan terbesar Telekomunikasi Indonesia (TLKM) yaitu Rp 130,7 triliun

- Toll Road, Airport : pendapatan terbesar Jasa Marga (JSMR) yaitu Rp 36,9 triliun

- Transportation : pendapatan terbesar Garuda Indonesia (GIAA) yaitu Rp 63,3 triliun

Trade Service Investment

Industri : Advertising, Computer, Health Care, Investment Company, Retail Trade, Tourism Restaurant Hotel, dan Wholesale

- Advertising, Printing, & Media : pendapatan terbesar adalah Elang Mahkota Teknologi (EMTK) yaitu Rp 8,9 triliun, namun saham tidak likuid sehingga penulis memilih Media Nusantara Citra (MNCN) yang pendapatannya Rp 7,4 triliun

- Computer & Services : pendapatan terbesar Metrodata Electronics (MTDL) yaitu Rp 12,7 triliun

- Health Care : pendapatan terbesar Siloam International Hospitals (SILO) yaitu Rp 5,9 triliun

- Investment Company : di industri ini ada 2 saham dengan pendapatan serupa Rp 14 triliun yaitu MLPL dan BHIT, namun penulis memilih MNC Investama (BHIT) karena history yang lebih profitable

- Retail Trade : pendapatan terbesar adalah Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) yaitu Rp 66,8 triliun, namun saham tidak likuid sehingga penulis memilih Mitra Adiperkasa (MAPI) yang pendapatannya Rp 18,9 triliun

- Tourism, Restaurant, & Hotel : penulis tidak memasukkan industri ini karena sebagian besar saham yang bagus tidak likuid seperti Fastfood Indonesia (FAST), Plaza Indonesia (PLIN), dan Pembangunan Jaya Ancol (PJAA)

- Wholesale : pendapatan terbesar United Tractor (UNTR) yaitu Rp 84,6 triliun

Berikut kinerja Indeks Bluechip36 selama 5 tahun dimulai dari Januari 2014 ke Desember 2018 : 


Kinerja Bluechip36 vs IHSG dari periode Jan '14 ke Dec '18 :

- Bluechip36 : 78%

- IHSG : 40%

Bluechip36 membukukan kinerja 78%, lebih tinggi 38% dari IHSG yang hanya membukukan kenaikan 40%. Ada 23 saham yang memperoleh keuntungan, sedangkan 13 saham mencatatkan kerugian. Penulis juga memberikan blok hijau untuk profit di atas 100% dan blok merah untuk loss di atas 50%.

Penyumbang terbesar Bluechip36 berasal dari 2 saham yakni profit BRPT 1.066% dan profit INKP 713%. Jika 2 saham ini dihapus dari indeks, maka kinerja indeks Bluechip36 langsung anjlok ke 30%, dimana kinerja ini kalah dengan IHSG. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa hanya diperlukan sedikit saham berkinerja luar biasa untuk mengalahkan IHSG dengan mudah.

Baca : Apakah Penyebab Harga Saham Naik?

Walaupun kinerja indeks yang dibuat penulis luar biasa, namun perlu diingat bahwa setiap kemungkinan bisa terjadi seperti tidak munculnya saham dengan kinerja luar biasa. Lalu kriteria pendapatan tertinggi yang dipakai penulis adalah di tahun 2018, bukan di tahun 2014 yang mana itu bisa mengubah kinerja indeks. Di sini penulis juga tidak menyertakan pendapatan dividen yang mungkin saja dapat mengubah kinerja.

Jadi jika ada pertanyaan apakah saham bluechip pasti profit? Jawabannya tidak, karena bisa kita lihat di indeks ini pun terdapat 13 saham yang turun. Diversifikasi menjadi kunci untuk mengkompensasi saham yang turun dengan saham yang naik. Kita sebagai investor juga tidak akan pernah tahu saham manakah yang akan memberikan profit paling besar, dan seringkali tebakan kita salah.

Jika anda ingin berinvestasi di indeks saham Bluechip36 ini, penulis mengingatkan ada beberapa kesulitan yang akan dihadapi terutama oleh investor kecil yaitu :

1. Harga saham relatif mahal

Indeks ini berisi saham dengan harga yang cukup mahal di kantong para investor berkocek menengah ke bawah. Saham-saham seperti UNVR, UNTR, AALI, SMGR, dan INKP membutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika melihat data akhir bulan Desember 2018, jumlah uang untuk 1 lot UNVR = Rp 4.540.000. Lalu 1 lot UNTR = Rp 2.735.000, 1 lot AALI = Rp 1.182.500, dan seterusnya.

2. Menyeimbangkan posisi portofolio

Karena saham termahal di indeks ini adalah UNVR = Rp 45.400 dan minimum pembelian adalah 1 lot. Maka nilai 1 lot UNVR (Rp 4.540.000) menjadi patokan untuk pembelian saham lain. Sebagai contoh : ketika membeli 1 lot UNVR, maka kita juga harus membeli 4 lot AALI agar portfolio bisa seimbang. Secara perhitungan kasar, kita membutuhkan uang dengan nominal Rp 162 juta (Rp 4,5 juta x 36 saham).

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Meneliti Pendapat Lo Kheng Hong Mengenai Saham BUMI

    Apakah Saham Group Panin Layak untuk Disimpan?

    Investasi Emas dan Cara Menghitung Harga Emas secara Real

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    PNIN : Saham yang Selalu Undervalued

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Melihat Jejak Lo Kheng Hong di Saham PTRO

    Lo Kheng Hong Beli Saham MBSS. Kenapa?

    Mungkinkah Lo Kheng Hong Berinvestasi di Saham DILD?

    Menghitung Waktu Investasi dengan Rule 72