PNIN : Saham yang Selalu Undervalued
Berbicara mengenai saham undervalued, Panin Insurance (PNIN) selalu menjadi topik hangat dimana harga saham perusahaan terbilang sangat murah. Hampir semua investor yang beraliran analisa fundamental pun tidak menampik mengenai hal tersebut. Namun penantian panjang pun tampaknya tidak membuahkan hasil, harga saham PNIN pun tak kunjung mencetak rekor dalam rentang waktu lebih dari 10 tahun.
Ketika saham undervalued lainnya sudah bergerak naik tinggi, saham ini pun masih jalan di tempat. dengan pergerakan yang rendah. Beberapa investor yang tidak sabar pun sudah melupakan saham ini dan tidak pernah berani untuk menyentuh kembali. Padahal jika dilihat dari kinerjanya, saham ini termasuk sebagai perusahaan berkinerja baik.
Paninvest (PNIN)
Berdiri tahun 1973 dengan nama PT Pan Union Insurance, perusahaan mulanya bergerak di bidang asuransi kerugian. Pada tahun 1992, perusahaan go public dan berubah nama menjadi PT Panin Insurance. Lalu di tahun 2014, PNIN pun kembali mengubah nama menjadi PT Paninvest yang bergerak di bidang pariwisata. Saat ini perusahaan masih tergabung dalam Panin Group yang fokus di bidang jasa keuangan perbankan, asuransi, pembiayaan dan sekuritas.
Komposisi pemegang saham tahun 2017 menempatkan Panin Group sebagai pemegang saham mayoritas dengan jumlah saham Paninkorp 29,71%, Famlee Invesco 18,28% dan Dana Pensiun Karyawan Panin Bank 8,2% Paninkorp sendiri adalah perusahaan yang terafiliasi PT Panin Investment dimana pemegang saham utamanya adalah Mu'min Ali Gunawan 59,23% dan Gunadi Gunawan 38,15%
Paninvest sebenarnya bisa dibilang sebagai induk usaha publik milik Panin Group dengan kepemilikan langsung entitas Panin Financial (PNLF) dan Panin Geninholdco. Selain itu perusahaan juga menjadi induk usaha tidak langsung dari Bank Panin (PNBN), Clipan Finance (CFIN), Verena Multi Finance (VRNA), Panin Sekuritas (PANS), Asuransi Multi Artha Guna (AMAG), Panin Dai-ichi Life, dan Panin Internasional.
Melihat 4 komponen di atas secara overall, perusahaan berada di trend yang positif. Premi bruto mengalami kenaikan dari tahun Rp 3,7 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 4,2 triliun di tahun 2017. Laba tahun berjalan juga menunjukkan trend positif walaupun ada sedikit penurunan di tahun 2017 menjadi Rp 1,8 triliun. Laba tahun 2016 yang sangat besar sebenarnya diperoleh dari keuntungan penjualan 51,9% saham AMAG.
Di tahun 2016 lalu, Panin Group melakukan transaksi penjualan 80% saham AMAG kepada Fairfax Asia Ltd. Perusahaan finansial asal Kanada tersebut melakukan pembelian dari Panin melalui beberapa perusahaan yaitu Paninvest (PNIN) 51,9%, Panin Financial (PNLF) 16,1%, Dana Pensiun Karyawan PT Pan Indonesia 10,7%, dan Panin Geninholdco 1,3%. Saat ini Panin Group hanya tersisa 7,7% saham AMAG yang dipegang melalui Bank Pan Indonesia (PNBN).
Baca : Lo Kheng Hong Kembali Investasi Saham PNLF
Jumlah liabilitas dalam keadaan baik juga dengan menunjukkan penurunan tiap tahunnya dari Rp 5,3 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 4,4 triliun di tahun 2017. Lalu ekuitas menunjukkan trend yang sangat positif dengan kenaikan setiap tahunnya hingga menjadi Rp 24,3 triliun di tahun 2017.
Data ROA dalam periode 3 tahun dari 2015 hingga 2017 bisa dikategorikan baik dengan perolehan di atas 5%, namun ROE PNIN tidaklah terlalu baik dengan rata-rata 7%. Hanya di tahun 2016 saja ROE cukup tinggi karena penjualan saham AMAG, selain itu ROE di bawah 10% bukanlah hal yang baik. Rasio liabilitas terhadap ekuitas (DER) terbilang sangat baik dimana perusahaan tidak mengambil terlalu banyak utang sehingga rasio di bawah 100%.
Baca : Utang, Debt to Equity (DER)
Seperti karakteristik Panin Group pada umumnya, Paninvest juga menjadi salah satu perusahaan yang pelit dalam hal pembagian dividen. Tercatat perusahaan hanya pernah membagikan dividen sebanyak 3 kali dalam rentang waktu 10 tahun ke belakang (2007 - 2017). Adapun pendapatan dividen yang diperoleh juga sangat kecil yaitu di bawah 1% dengan nominal Rp 3-5 per lembarnya.
Baca : Ulasan Lengkap Dividen
Apakah Saham PNIN Benar-Benar Selalu Undervalued?
Rumus paling sederhana dalam menentukan nilai suatu saham undervalued atau overvalued adalah dengan menggunakan rasio PER dan PBV. Ketika PER < 10 maka saham dapat dikategorikan undervalued dan ketika PBV < 1, maka saham dapat dikategorikan undervalued. Jika melihat syarat tersebut, maka PNIN adalah saham yang selalu undervalued dalam periode waktu 10 tahun.
Bahkan PER perusahaan tidak pernah menyentuh angka 5, dan rasio PBV tertinggi pun hanya berada di angka 0.6. Padahal EPS perusahaan secara konsisten bertumbuh hingga menjadi 3 kali lipat dari Rp 77 di tahun 2008 menjadi Rp 256 di tahun 2017. Bahkan krisis yang terjadi di tahun 2008 dan 2015 hanya membuat PER dan PBV perusahaan sedikit bergeming saja.
Baca : Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG
Melihat fenomena seperti ini, tentunya sebagai investor akan bertanya-tanya apa yang salah dengan saham ini. Apakah karena perusahaan tidak membagikan dividen? Atau karena rasio ROE dan ROA yang tidak terlalu menarik? Atau bisa jadi karena ada ulah bandar yang terus membuat agar saham terus di level yang rendah? Tentunya tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan ini dengan pasti sehingga ini masih terus menjadi misteri di Bursa Saham Indonesia.
Lalu Bagaimana Kinerja Saham PNIN?
Dalam rentang waktu 9 tahun sebenarnya harga saham PNIN sudah naik sebanyak 490% mulai dari Rp 149 di tahun 2008 menjadi Rp 880 di tahun 2017. Tercatat hanya ada 2 tahun dimana kinerja saham kurang baik yaitu di tahun 2011 dengan penurunan sebanyak 27,2% dan tahun 2015 sebanyak -26,8%. Jika dihitung secara compounded, maka saham PNIN selalu naik dengan persentase 21,8% per tiap tahunnya.
Bahkan jika dibandingkan dengan IHSG, saham PNIN pun masih berkinerja lebih baik dengan perolehan 490% dalam kurun waktu 9 tahun. Dengan periode yang sama, IHSG hanya dapat mencatatkan kenaikan 369% (Rp 1.355 di tahun 2008 menjadi Rp 6.355 di tahun 2017). Jadi sebenarnya saham PNIN bukanlah saham yang berkinerja buruk, hanya saja mungkin pergerakan yang lambat membuat investor kurang bergairah terhadap saham ini.
Kesimpulan
Sebelum melabeli suatu saham dengan cap yang baik ataupun buruk, ada baiknya kita sebagai investor melakukan research mendetail sehingga dapat memperoleh hasil yang menyeluruh. Saham PNIN memang tidak dapat memberikan gain ratusan persen dalam waktu 1 tahun, tapi setidaknya harga saham bertumbuh secara konsisten. Jadi walaupun saham terus menerus undervalued, investor masih tetap bisa memperoleh keuntungan.
Baca : Mengapa Saham Undervalued Terus Turun?
Ketika saham undervalued lainnya sudah bergerak naik tinggi, saham ini pun masih jalan di tempat. dengan pergerakan yang rendah. Beberapa investor yang tidak sabar pun sudah melupakan saham ini dan tidak pernah berani untuk menyentuh kembali. Padahal jika dilihat dari kinerjanya, saham ini termasuk sebagai perusahaan berkinerja baik.
Paninvest (PNIN)
Berdiri tahun 1973 dengan nama PT Pan Union Insurance, perusahaan mulanya bergerak di bidang asuransi kerugian. Pada tahun 1992, perusahaan go public dan berubah nama menjadi PT Panin Insurance. Lalu di tahun 2014, PNIN pun kembali mengubah nama menjadi PT Paninvest yang bergerak di bidang pariwisata. Saat ini perusahaan masih tergabung dalam Panin Group yang fokus di bidang jasa keuangan perbankan, asuransi, pembiayaan dan sekuritas.
Komposisi pemegang saham tahun 2017 menempatkan Panin Group sebagai pemegang saham mayoritas dengan jumlah saham Paninkorp 29,71%, Famlee Invesco 18,28% dan Dana Pensiun Karyawan Panin Bank 8,2% Paninkorp sendiri adalah perusahaan yang terafiliasi PT Panin Investment dimana pemegang saham utamanya adalah Mu'min Ali Gunawan 59,23% dan Gunadi Gunawan 38,15%
Paninvest sebenarnya bisa dibilang sebagai induk usaha publik milik Panin Group dengan kepemilikan langsung entitas Panin Financial (PNLF) dan Panin Geninholdco. Selain itu perusahaan juga menjadi induk usaha tidak langsung dari Bank Panin (PNBN), Clipan Finance (CFIN), Verena Multi Finance (VRNA), Panin Sekuritas (PANS), Asuransi Multi Artha Guna (AMAG), Panin Dai-ichi Life, dan Panin Internasional.
Melihat 4 komponen di atas secara overall, perusahaan berada di trend yang positif. Premi bruto mengalami kenaikan dari tahun Rp 3,7 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 4,2 triliun di tahun 2017. Laba tahun berjalan juga menunjukkan trend positif walaupun ada sedikit penurunan di tahun 2017 menjadi Rp 1,8 triliun. Laba tahun 2016 yang sangat besar sebenarnya diperoleh dari keuntungan penjualan 51,9% saham AMAG.
Di tahun 2016 lalu, Panin Group melakukan transaksi penjualan 80% saham AMAG kepada Fairfax Asia Ltd. Perusahaan finansial asal Kanada tersebut melakukan pembelian dari Panin melalui beberapa perusahaan yaitu Paninvest (PNIN) 51,9%, Panin Financial (PNLF) 16,1%, Dana Pensiun Karyawan PT Pan Indonesia 10,7%, dan Panin Geninholdco 1,3%. Saat ini Panin Group hanya tersisa 7,7% saham AMAG yang dipegang melalui Bank Pan Indonesia (PNBN).
Baca : Lo Kheng Hong Kembali Investasi Saham PNLF
Jumlah liabilitas dalam keadaan baik juga dengan menunjukkan penurunan tiap tahunnya dari Rp 5,3 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 4,4 triliun di tahun 2017. Lalu ekuitas menunjukkan trend yang sangat positif dengan kenaikan setiap tahunnya hingga menjadi Rp 24,3 triliun di tahun 2017.
Baca : Utang, Debt to Equity (DER)
Seperti karakteristik Panin Group pada umumnya, Paninvest juga menjadi salah satu perusahaan yang pelit dalam hal pembagian dividen. Tercatat perusahaan hanya pernah membagikan dividen sebanyak 3 kali dalam rentang waktu 10 tahun ke belakang (2007 - 2017). Adapun pendapatan dividen yang diperoleh juga sangat kecil yaitu di bawah 1% dengan nominal Rp 3-5 per lembarnya.
Baca : Ulasan Lengkap Dividen
Apakah Saham PNIN Benar-Benar Selalu Undervalued?
Rumus paling sederhana dalam menentukan nilai suatu saham undervalued atau overvalued adalah dengan menggunakan rasio PER dan PBV. Ketika PER < 10 maka saham dapat dikategorikan undervalued dan ketika PBV < 1, maka saham dapat dikategorikan undervalued. Jika melihat syarat tersebut, maka PNIN adalah saham yang selalu undervalued dalam periode waktu 10 tahun.
Bahkan PER perusahaan tidak pernah menyentuh angka 5, dan rasio PBV tertinggi pun hanya berada di angka 0.6. Padahal EPS perusahaan secara konsisten bertumbuh hingga menjadi 3 kali lipat dari Rp 77 di tahun 2008 menjadi Rp 256 di tahun 2017. Bahkan krisis yang terjadi di tahun 2008 dan 2015 hanya membuat PER dan PBV perusahaan sedikit bergeming saja.
Baca : Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG
Melihat fenomena seperti ini, tentunya sebagai investor akan bertanya-tanya apa yang salah dengan saham ini. Apakah karena perusahaan tidak membagikan dividen? Atau karena rasio ROE dan ROA yang tidak terlalu menarik? Atau bisa jadi karena ada ulah bandar yang terus membuat agar saham terus di level yang rendah? Tentunya tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan ini dengan pasti sehingga ini masih terus menjadi misteri di Bursa Saham Indonesia.
Lalu Bagaimana Kinerja Saham PNIN?
Dalam rentang waktu 9 tahun sebenarnya harga saham PNIN sudah naik sebanyak 490% mulai dari Rp 149 di tahun 2008 menjadi Rp 880 di tahun 2017. Tercatat hanya ada 2 tahun dimana kinerja saham kurang baik yaitu di tahun 2011 dengan penurunan sebanyak 27,2% dan tahun 2015 sebanyak -26,8%. Jika dihitung secara compounded, maka saham PNIN selalu naik dengan persentase 21,8% per tiap tahunnya.
Bahkan jika dibandingkan dengan IHSG, saham PNIN pun masih berkinerja lebih baik dengan perolehan 490% dalam kurun waktu 9 tahun. Dengan periode yang sama, IHSG hanya dapat mencatatkan kenaikan 369% (Rp 1.355 di tahun 2008 menjadi Rp 6.355 di tahun 2017). Jadi sebenarnya saham PNIN bukanlah saham yang berkinerja buruk, hanya saja mungkin pergerakan yang lambat membuat investor kurang bergairah terhadap saham ini.
Kesimpulan
Sebelum melabeli suatu saham dengan cap yang baik ataupun buruk, ada baiknya kita sebagai investor melakukan research mendetail sehingga dapat memperoleh hasil yang menyeluruh. Saham PNIN memang tidak dapat memberikan gain ratusan persen dalam waktu 1 tahun, tapi setidaknya harga saham bertumbuh secara konsisten. Jadi walaupun saham terus menerus undervalued, investor masih tetap bisa memperoleh keuntungan.
Baca : Mengapa Saham Undervalued Terus Turun?
Comments
Post a Comment