HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Apa Penyebab Harga Saham Naik?

Semua investor maupun trader yang berinvestasi di bursa saham pastinya selalu mengharapkan kenaikan harga saham yang dimiliki. Dengan adanya kenaikan saham, maka investor pun dapat meraup keuntungan dari hasil investasi tersebut. Oleh karena itu, banyak investor pemula yang terus mencari tahu apa alasan utama dibalik kenaikan harga saham.

Bagi para investor jangka pendek atau trader, mereka menggunakan analisa teknikal sebagai panduan bahwa suatu saham sedang memasuki fase uptrend (naik) atau fase downtrend (turun). Analisa teknikal yang digunakan pun sangat beragam mulai dari moving average, bollinger bands, candlestick pattern, fibonacci, MACD hingga menggabungkan banyak analisa teknikal tersebut menjadi satu.

Berbeda dari trader yang menggunakan analisa teknikal, investor jangka panjang juga menggunakan analisa yang tidak kalah rumit pula. Mereka menggunakan analisa fundamental seperti data price to earning ratio (PER), price to book value (PBV), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER) serta berbagai data lainnya sebagai pendukung dalam melakukan entry suatu saham.

Baca : 5 Hal Penting Mengenai ROE, ROA dan ROI

Namun sebaik apapun analisa teknikal dan fundamental yang digunakan, hal itu tidaklah menjamin bahwa saham yang dibeli benar-benar dapat memberikan keuntungan bagi investor. Secara sederhana, harga saham bisa naik karena ada orang lain yang mau membeli dengan harga yang lebih tinggi. Berikut beberapa faktor yang dapat membuat harga saham naik yaitu :

Berita Positif

Salah satu penyebab harga saham naik adalah rumor atau fakta yang bersifat positif bagi perusahaan. Memperoleh project dalam skala besar, memenangkan tuntutan hukum, dan naiknya harga komoditas merupakan contoh-contoh berita yang berefek positif bagi perusahaan. Trend membaiknya harga komoditas batubara mengerek harga saham Indika Energy (INDY) naik hingga 10 kali lipat lebih dalam periode 2016 - 2017.

Berita akuisisi oleh korporasi yang lebih besar pun turut memberikan efek positif bagi perusahaan. Seperti yang baru-baru ini terjadi adalah kabar akuisisi 73,8% saham Bank Danamon (BDMN) oleh korporasi asal Jepang yaitu Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG). Setelah isu tersebut beredar, harga saham BDMN langsung naik drastis melebihi 10% hanya dalam waktu 1 hari saja.

Disetujuinya restrukturisasi utang Bumi Resources (BUMI) juga menjadi salah satu berita positif yang berhasil membebaskan saham dari level terendah yaitu Rp 50/lembar. Setelah itu harga saham pun sempat menembus level Rp 500/lembar atau naik hingga 10 kali lipat dari harga terendah. Selain itu, masih banyak contoh-contoh berita positif lainnya yang dapat mengerek harga saham.

Baca : Meneliti Pendapat Lo Kheng Hong Mengenai Saham BUMI

Laporan Keuangan

Pada umumnya setiap perusahaan publik melaporkan data keuangan dalam periode 3 bulan atau kuartal. Data yang benar-benar ditunggu oleh investor yaitu total sales dan earning per share (EPS). Ketika perusahaan melaporkan peningkatan penjualan dan EPS, maka harga saham pun cenderung naik. Namun jika perusahaan melaporkan hasil yang serupa atau bahkan turun, maka harga saham pun cenderung turun.

Akan tetapi kenaikan atau penurunan total sales dan EPS tidak serta merta pasti mengubah harga saham karena ada banyak hal lainnya yang mempengaruhi harga saham. Namun jika kenaikan tersebut terjadi secara konsisten, maka dapat dipastikan harga saham pun akan naik dalam jangka panjang.

Salah satu saham yang dapat membukukan kenaikan yang konsisten adalah Bank Central Asia (BBCA). Emiten ini berhasil meningkatkan sales hingga 127% dari Rp 22 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 50 triliun di tahun 2016. EPS pun mengikuti kenaikan sales dengan gerakan lebih cepat dari tahun 2009 di Rp 278/lembar menjadi Rp 844/lembar di tahun 2016 atau naik 204%. Dari kedua variabel tersebut, dapat dipastikan harga saham pun pasti ikut naik.

Hal ini mematahkan asumsi bahwa harga saham yang sudah tinggi tidak bisa naik lagi. Selama perusahaan terus mencatatkan kenaikan yang konsisten, harga saham pun terus akan naik. Namun tentunya hanya sangat sedikit perusahaan yang dapat melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, kita sebagai investor masih membutuhkan rasio seperti PER dan PEG untuk menghitung valuasi suatu perusahaan.

Baca : Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

Kesimpulan

Jika melihat kedua penjelasan di atas, berinvestasi di saham pun terlihat sangat sederhana. Akan tetapi harus kita sadari bahwa dua hal tersebut terjadi di masa mendatang dan tidak dapat diprediksi oleh siapapun. Bahkan investor terhebat sekalipun tidak dapat lari dari resiko berinvestasi saham. Oleh karena itu, kita masih membutuhkan analisa fundamental atau teknikal untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan resiko dalam berinvestasi.

Dikarenakan berita positif tidak dapat kita prediksi, hanya laporan keuangan lah yang dapat menjadi panduan kita untuk berinvestasi. Laporan keuangan pun dikeluarkan oleh perusahaan pada periode 3 bulan / kuartal. Maka dari itu, penulis menganjurkan agar investor fundamental tidak terlalu cepat mengambil keputusan keluar dan masuk suatu saham hanya dalam hitungan bulanan.

Berikan waktu bagi perusahaan untuk menerbitkan laporan keuangan dan sempatkan waktu untuk membaca isi dari laporan keuangan tersebut. Jangan mengecek harga saham secara harian yang dapat membuat anda sendiri stress. Dalam jangka pendek, harga saham dipengaruhi oleh rumor sedangkan dalam jangka panjang harga saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan.

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham?

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Haiyanto dan Surono Subekti Masuk ke Saham CFIN

    Apa yang Dapat Dipelajari dari Delisting Saham INVS ?

    Prospek Saham APLN dengan Penghentian Reklamasi Pulau G

    Benarkah Reksadana dan Unit Link Tidak Lebih Baik dari Saham?

    Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    Saham TELE Turun di bawah Harga IPO, Apakah Masih Ada Prospek?

    BBKP Revisi Laporan Keuangan, Bagaimana Kondisi Perusahaanya?