HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

BBTN Terjerat Kasus Pembobolan, Bagaimana Prospeknya?

Bulan April hingga Juni 2018 ini menjadi momen dimana saham BBTN mengalami penurunan cukup dalam. Dari posisi tertinggi di Rp 3.750, saham BUMN ini turun hingga ke level Rp 2.370/lembar. Bank BTN pun harus rela kehilangan 36% kapitalisasi pasar bersamaan dengan para investor yang membukukan kerugian jika masuk di harga yang cukup tinggi.

Hal ini sebenarnya tidaklah mengherankan karena memang di periode tersebut bursa saham sedang mengalami koreksi. Hampir semua sektor turun beriringan dengan IHSG dan itu juga dialami oleh sebagian besar saham sektor perbankan. Akan tetapi BBTN masuk ke dalam salah satu saham perbankan yang membukukan penurunan paling dalam.

Banyak investor mulai mengaitkan penurunan ini dengan kasus yang tengah melilit Bank BTN. Sebenarnya mulai dari tahun 2016, BBTN telah terjerat dengan kasus pemalsuan bilyet yang merugikan nasabah Rp 240 miliar. Kasus ini pun sudah dibawa ke ranah hukum dan telah memenjarakan beberapa orang yang terlibat dalam aksi ini.

Namun tampaknya kasus tersebut belumlah selesai karena nasabah yang menderita kerugian belum menerima kembali uang pertanggungjawaban dari Bank BTN. Oleh karena itu kasus ini diangkat kembali pada bulan April 2018 oleh para nasabah dan secara tidak langung menyebabkan harga saham turun. Sebelum membahas lebih lanjut, penulis akan menjabarkan kinerja perusahaan.

Bank Tabungan Negara (BBTN)
Berdiri pada tahun 1897, bank milik pemerintah ini telah melewati masa penjajahan Belanda dan Jepang hingga akhirnya di tahun 1950 diambil alih oleh pemerintah RI. Lalu baru di tahun 1953 namanya diubah menjadi Bank Tabungan Negara. Kemudian perseroan melakukan public offering pada tahun 2009, tepat satu tahun setelah krisis finansial di tahun 2008.

Komposisi pemegang saham di bank plat merah ini cukup sederhana dengan 60% dimiliki oleh pemerintah dan 40% sisanya dimiliki oleh publik baik asing maupun lokal. Dengan terus berkembangnya perseroan, saat ini BBTN berada pada urutan ke-6 bank terbesar di Indonesia dari segi aset.

Dalam waktu dekat perseroan pun memiliki target untuk menempati urutan lima yang notabene saat ini ditempati oleh Bank CIMB Niaga (BNGA). Berkat dukungan pemerintah di program 1 Juta Rumah, BBTN pun berhasil menjadi pemimpin pada sektor KPR dengan market share sebesar 36,3%. Selain itu pada kategori KPR subsidi, BBTN pun berhasil meraup market share sebanyak 95,42%.

BBTN termasuk salah satu bank yang selalu membukukan pertumbuhan baik dari segi pendapatan, aset dan ekuitas. Pendapatan bunga dan bagi hasil tumbuh dari Rp 10,7 triliun di tahun 2013 menjadi Rp 19,2 triliun di tahun 2017. Aset juga tumbuh dari Rp 131 triliun menjadi Rp 261 triliun. Dan ekuitas turut naik dari Rp 11,5 triliun menjadi Rp 21,6 triliun. Pertumbuhan ini terbilang sangat gemilang karena hampir mencapai 100% dalam kurun waktu 4 tahun saja.

Mengikuti kenaikan 3 komponen di atas, rasio-rasio yang dicapai oleh BBTN juga sangat baik. Perseroan berhasil menurunkan NPL gross dan netto secara konsisten, di akhir tahun 2017 tercatat NPL gross berada di level 2,66% dan NPL netto berada di level 1,66%. ROE yang dicapai juga cukup baik dengan membukukan rata-rata di atas 15%.

Baca : 5 Hal Penting Mengenai ROE, ROA dan ROI

Bank BTN tergolong sebagai perusahaan yang royal dalam hal dividen, tercatat satu tahun setelah IPO di tahun 2010 perusahaan sudah mulai membagikan dividen. Dalam waktu 9 tahun (2010-2018) perseroan pun tidak pernah absen dalam membagikan dividen. Tabel di atas menunjukkan dividen yang dibagikan perusahaan dalam kurun waktu 3 tahun ke belakang dengan payout ratio tetap di 20%, namun nominal dividen selalu meningkat.

Perseroan tercatat hanya pernah melakukan right issue 1 kali di tahun 2012 dengan tujuan memperkuat struktur pemodalan dan meningkatkan jumlah saham yang beredar. Sebanyak 1,5 miliar lembar saham seri B diterbitkan berhasil memperoleh dana Rp 1,86 triliun. Adapun right issue ini menetapkan rasio 555 : 95 dan memiliki efek dilusi 14,61%.

Baca : Keuntungan dan Kerugian Right Issue

Efek Nyata Kasus Hukum terhadap Perusahaan
Melihat jumlah nominal kasus yang menyeret Bank BTN senilai Rp 240 miliar, sebenarnya nilai tersebut bukanlah jumlah yang besar. Jika akhirnya BBTN diharuskan untuk membayar jumlah tersebut pun tentunya tidak akan berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan. Tercatat ekuitas perseroan di akhir tahun 2017 adalah Rp 21,7 triliun.

Kerugian tersebut hanya berdampak 1,1% terhadap ekuitas dan dipastikan perseroan dapat berjalan dengan normal kembali. Namun kasus hukum seperti ini tentunya akan memberikan efek lain yang lebih besar daripada ini. Dan ketika berbicara bisnis keuangan, kepercayaan adalah nomor satu sehingga dikhawatirkan kepercayaan nasabah terhadap bank plat merah ini bisa pudar.

Lalu Bagaimana Prospek Saham ke Depannya?
Dengan terus meningkatnya pasar properti dan dukungan dari pemerintah, BBTN punya peluang besar untuk terus bertumbuh hingga merebut urutan nomor 5 bank terbesar di Indonesia. Momen penurunan harga saham saat ini bisa menjadi kesempatan untuk masuk di harga yang lebih rendah dari posisi tertinggi yang pernah dicapai perseroan.

Namun di lain sisi, kita tetap harus memperhatikan jalannya kasus hukum tersebut untuk menentukan apakah kasus ini memiliki potensi berkembang menjadi kasus yang lebih besar lagi. Biasanya kasus hukum seringkali memancing kasus-kasus lainnya muncul. Jika kasus tersebut telah berakhir, maka potensi saham BBTN menjadi jauh lebih baik.

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Kapan Waktu Terbaik Membeli Saham?

    Lo Kheng Hong & Haiyanto Masuk Saham ABMM

    Haiyanto dan Surono Subekti Masuk ke Saham CFIN

    Apa yang Dapat Dipelajari dari Delisting Saham INVS ?

    Prospek Saham APLN dengan Penghentian Reklamasi Pulau G

    Benarkah Reksadana dan Unit Link Tidak Lebih Baik dari Saham?

    Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

    Perjalanan Sukarto Bujung dan Surono Subekti di saham MICE

    Saham TELE Turun di bawah Harga IPO, Apakah Masih Ada Prospek?

    BBKP Revisi Laporan Keuangan, Bagaimana Kondisi Perusahaanya?