HOME       TRAKTEER     ARTIKEL SAHAM      ARTIKEL FUNDAMENTAL      LO KHENG HONG      HAIYANTO     WARREN BUFFETT      NON SAHAM

Kapan Saat Terbaik Menjual Saham?

Banyak ulasan, stockpick dan rekomendasi yang ada saat ini lebih sering membahas mengenai entry suatu saham. Ulasan entry selalu menarik untuk dibahas karena berkaitan dengan kesempatan untuk menghasilkan keuntungan. Namun sebenarnya strategi exit juga tidak kalah penting dibandingkan entry karena di situlah saat kita merealisasikan suatu posisi menjadi profit atau loss.

Profit atau loss pun sebenarnya tidaklah nyata hingga saham tersebut kita jual, hal ini sering disebut dengan paper profit / paper loss. Selama posisi saham masih dihold, masih ada kemungkinan bagi saham yang sudah naik menjadi turun dan juga sebaliknya. Di sinilah keyakinan investor berperan besar dalam menentukan hold agar profit semakin besar atau membalikkan keadaan dari loss menjadi profit.

Lalu Kapan Saat Terbaik untuk Menjual Saham?

1. Target Profit / Loss Tercapai

Umumnya ini adalah hal yang sering dilakukan oleh trader jangka pendek dimana setiap posisi selalu memiliki target profit dan loss yang siap ditanggung. Target profit dan loss bagi setiap trader pun umumnya beragam mulai dari sekian persen hingga puluhan persen tergantung dari berapa lama periode hold saham.

Namun bukan berarti hal ini tidak berlaku bagi investor jangka panjang. Biasanya mereka memiliki target profit mulai dari ratusan hingga ribuan persen dengan loss yang siap ditanggung berkisar puluhan persen bahkan hingga 100%. Di sini pentingnya peran money management untuk memastikan bahwa profit yang diperoleh harus lebih besar dari loss.

2. Indikator / Rasio

Indikator juga dapat menjadi panduan bagi trader untuk keluar dari suatu posisi. Yang paling sering digunakan adalah death cross moving average 5 dan 20, dimana ketika harga saham di bawah persilangan ma5 dan ma20 maka harga saham sedang memasuki trend bearish. Saat ini ada sangat banyak indikator yang dapat digunakan oleh trader sebagai acuan untuk entry dan exit suatu posisi.

Jika trader menggunakan indikator, maka investor dapat menggunakan rasio-rasio seperti PER, PBV, PSR dan lainnya sebagai pedoman untuk exit suatu posisi. Misalnya ketika PER = 30, PBV = 3, PSR = 3 atau angka lainnya yang dirasa sudah cukup tinggi untuk suatu saham. Perlu diingat bahwa standar tinggi dan rendah suatu rasio berbeda-beda tergantung oleh sektor dan industri suatu saham.

3. Berita Buruk

Berita buruk seperti Modern Internasional (MDRN) yang melepas merk Seven Eleven, penipuan bisnis dan laporan keuangan oleh Inovisi Infracom (INVS) dan kasus investasi bodong pemilik Cipaganti Citra Graha (CPGT) benar-benar dapat membawa harga saham perusahaan menuju ke titik terendah dan bahkan hingga delisting. Biasanya berita buruk yang membawa dampak jangka panjang berkelanjutanlah yang perlu kita perhatikan.

Namun di lain sisi, berita buruk yang hanya bersifat sementara malah bisa menjadi peluang untuk entry suatu saham agar memperoleh keuntungan berlipat. Hal ini paling sering ditemukan di saham-saham sektor komoditas dimana harga komoditas sering berfluktuasi. Ketika harga komoditas sedang turun biasanya akan menyeret sahamnya dan ini bisa menjadi peluang bagi kita untuk membeli saham perusahaan di harga murah.

4. Unsustainable Business

Kondisi bisnis yang sangat dinamis bisa membuat perusahaan tidak lagi menguntungkan di masa mendatang. Kodak, Blackberry, Nokia, dan The Washington Post menjadi contoh bahkan usaha besar sekalipun tidak akan selalu menguntungkan di kemudian hari. Kita harus menyadari bahwa beberapa bisnis mungkin tidak akan ada lagi di masa mendatang sehingga sebaik apapun bisnis tersebut saat ini, kita tetap harus memiliki exit strategy untuk setiap saham.

5. Merger / Akuisisi

Ketika terjadi aksi korporasi besar seperti merger dan akuisisi, biasanya saham perusahaan yang menjadi targetnya akan naik tinggi. Hal ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum bagi investor yang telah memiliki sahamnya untuk ambil untung. Kabar akuisisi Bank Danamon (BDMN) dan Bank Tabungan Pensiun Negara (BTPN) berhasil menerbangkan harga saham perusahaan sebesar 25% untuk BDMN dan 40% untuk BTPN.

Bahkan jika perusahaan yang menjadi target akuisisi ingin dibawa menjadi perusahaan private, keuntungan yang diterima bisa menjadi berkali lipat. Aksi yang paling menghebohkan di BEI adalah ketika Danone ingin membawa private saham Aqua Golden Mississippi. Saat itu bahkan Danone berani membayar hingga Rp 500.000/lembar atau 2 kali lipat harga saham Aqua di pasar reguler (Rp 244.800/lembar).

6. Bad Management

Mengutip quote dari Warren Buffett : “You can’t make a good deal with a bad person.” yang berarti ketika suatu perusahaan diisi oleh manajemen yang buruk, maka akan sulit bagi investor untuk mendapatkan keuntungan. Baik atau buruknya manajemen sebenarnya dapat kita lihat dari aksi korporasi yang dilakukan.

Reverse stock, right issue, no dividend policy, dan pengambilan utang yang besar merupakan contoh-contoh kebijakan yang kurang menguntungkan bagi investor. Namun bukan berarti setiap perusahaan yang melakukan hal tersebut dapat diartikan buruk, kita harus melihat setiap aksi korporasi case by case. Selain itu penjualan saham oleh pengendali perusahaan harus diperhatikan karena ini bisa menjadi suatu indikasi perusahaan menuju ke arah yang kurang baik.

Baca : Kapan waktu terbaik membeli saham?

Comments

RECENT POSTS

    Popular posts from this blog

    Analisa Saham Menggunakan PER dan PEG

    Apa yang Dapat Dipelajari dari Delisting Saham INVS ?

    Prospek Saham APLN dengan Penghentian Reklamasi Pulau G

    5 Hal Penting Mengenai ROE, ROA dan ROI

    Jejak Haiyanto di Saham KDSI

    Gross Margin, Pretax Margin, dan Net Profit Margin

    Meneliti Pendapat Lo Kheng Hong Mengenai Saham BUMI

    Mengapa Pilih Saham Bluechip?

    Perjalanan Saham CPGT : Bermula dari Investasi Bodong Berakhir dengan Delisting

    PNIN : Saham yang Selalu Undervalued